Kandungan Tanah Di Bawah Pohon Bambu
Subur Berkat Bambu
Di tangan Aji Sobarna kebun bambu sebagai penyubur sawah.
Petani di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Aji Sobarna, mempunyai cara tersendiri saat menggemburkan sawah. Ia memotong ruas bambu sepanjang 40 cm lalu melubangi salah satu sisinya seperti membuat kentung. Aji lantas memasukkan nasi putih hingga penuh ke dalam rongga bambu, lalu membungkus bambu dengan kertas manila. Ia mengubur selongsong bambu itu di bawah tegakan bambu untuk mengundang jutaan mikrob penyubur tanah (lihat infografis Bikin Sendiri Nutrisi Padi).
Ia memberikan pupuk hayati berupa mikrob dari bawah tegakan bambu. Dosis dari larutan mikrob cair ialah 2 ml per liter yang disiramkan setiap 10 hari sekali. Setelah Aji rutin memberikan pupuk hayati, hasil panen ajek di atas 8 ton per ha. Yang istimewa kualitas padi lebih baik karena lebih bernas. “Hampir semua gabah terisi beras, gabah yang hampa kurang dari 2%,” kata Aji.
Aji Sobarna meramu pupuk hayati
Mikrob setempat
Sebelum memakai pupuk dari kebun bambu, produksi hanya 6—7 ton dengan gabah hampa 3—4%. Padi pun lebih tahan serangan hama dan penyakit. Sebut saja lebih tahan penyakit pada cendawan Pyricularia oryzae yang menyebabkan penyakit blast. Aji menyebut jutaan makhluk liliput itu IMO (indigenous microorganism alias mikrob indigen). Menurut guru besar Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Prof Dr Ir Nuni Gofar MS, mikrob indigen ialah mikrob asli wilayah setempat yang bukan didatangkan dari daerah lain.
“Pekebun bisa buat sendiri, tak perlu beli pupuk hayati dari daerah lain,” kata Nuni. Menurut Nuni pada umumnya mikrob indigen lebih unggul karena berasal dari daerah beriklim serupa. Mikrob itu tak perlu beradaptasi dengan wilayah baru untuk hidup dan berkembang biak. Kelebihan mikrob lokal adalah terhindar dari kematian akibat transportasi jarak jauh dan pengemasan keliru. “Secara alami mereka ada di setiap jengkal tanah mana pun, tetapi lebih berlimpah di tanah subur,” kata Nuni.
Aji mengumpulkan mikrob dari kebun bambu karena tanah di bawah tegakan anggota famili Poaceae itu subur. Menurut peneliti dari Fakultas Pertanian, Universitas Hokkaido, Jepang, Prof Mitsuru Osaki, lantai hutan bambu kaya mikrob yang bersimbiosis dengan akar bambu untuk menyuburkan tanah. Mereka juga pengurai hebat yang dapat melumat daun dan batang bambu yang keras dan liat karena kandungan lignin, kalium, dan silika. Sayang, Mitsuru tak menyebut spesifik jenis mikrob dimaksud.
Riset Olugbenga O Amupada di Obafemi Awolowo University, Nigeria, pada 2010 mengungkap abu daun bambu mengandung 75,9% silika. Itu lebih tinggi daripada abu sekam padi yang mengandung 67,3% silika. Padahal, sebelumnya padi sohor sebagai penyerap silika terbanyak. “Riset mutakhir menyebut tanaman anggota keluarga rumput-rumputan menyerap banyak silika sehingga dapat menjadi sumber pupuk silika,” kata Mitsuru. Bambu dan padi sama-sama tanaman anggota keluarga Poaceae.
Tanaman lain yang juga kaya silika ialah alang-alang Imperata cylindrica. Menurut Mitsuru, humus daun bambu—termasuk mikrob di dalamnya—dapat memulihkan sawah di Indonesia yang banyak kehilangan kalium (K) dan silika (Si) karena terbawa panen. Maklum, meski silika bukan unsur hara esensial tanaman, kehadirannya di lahan padi sangat penting. Hampir seluruh bagian tanaman padi mengandung 10—15% silika. Mikrob dari hutan bambu juga mengurai kalium dan silika pada jerami di lahan. Setelah diurai kalium dan silika itu terurai, padi dapat menyerap kembali pada musim tanam berikutnya.
Pupuk hayati berbahan nasi terbukti meningkatkan produksi
Bola nasi
Menurut dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Ir Gunawan Tabrani MP, jasad renik di humus padi termasuk kelompok mikrob menguntungkan seperti
Lactobacillus sp, Saccharomyces cerevisiae, dan Aspergillus sp. Lactobacillus mengurai bahan organik kompleks seperti lignin dan selulosa, Saccharomyces melepas zat antibakteri serta meningkatkan jumlah sel akar dan perkembangan akar tanaman. Yang terakhir dapat mengurai selulosa menjadi alkohol, ester, dan zat antimikrob.
Sejatinya teknik ala Aji dan Gunawan itu evolusi kebiasaan pekebun padi tradisional pada masa silam. Di Karanggede, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, banyak pemilik sawah mengumpulkan daun bambu—termasuk humusnya—di pinggiran desa. Mereka menggundukkan dan menyebarkan di sawah. Meski pekebun tidak membenamkan pupuk kalium dan fosfor, panen tetap melimpah, 4—5 ton per ha. Kebiasaan serupa dilakukan pekebun padi ladang di Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada era 1980-an.
Pegiat pertanian organik di Sukabumi, Syamsul Asinar Radjam, membiarkan daun bambu yang terjatuh pun berserakan ke sawah. Teknik itu meniru sawah di Jepang yang selalu dikelilingi hutan termasuk hutan bambu. Saat padi di petak lain terserang wereng cokelat Nilaparvata lugens dengan kerusakan 50%, padi yang dikelilingi bambu bebas serangan. Daun bambu menyumbang silika sehingga padi lebih kokoh dan hama kurang suka.
Menurut ahli Fisiologi Tumbuhan dari Institut Pertanian Bogor, Ir Edhi Sandra MS, daun bambu sebagai sumber humus lebih dahulu populer di kalangan pekebun serta pehobi buah dan tanaman hias. Sebut saja untuk media tanaman hias daun seperti suplir, anthurium, dan aglaonema. “Tanaman lebih kekar dan sehat dibanding menggunakan media lain,” kata Edhi. (Ridha YK, kontributor Trubus di Kalimantan Selatan)
Kandungan Tanah Di Bawah Pohon Bambu
Source: https://www.trubus-online.co.id/subur-berkat-bambu/